Samuelmengatakan beberapa desa di wilayah Kecamatan Palolo meliputi Desa Lemba Ntongoa, Uenuni, Sejahtera dan Tanah Harapan, terdampak banjir. Baca juga: Banjir dan longsor terjang tiga dusun di Kabupaten Sigi Sulteng Air sungai meluap ke permukiman warga serta lahan - lahan pertanian milik warga di desa - desa tersebut.
pengaruhkonversi lahai pertanian menjadi permukiman. SD. SMP. SMA SBMPTN & UTBK. Produk Ruangguru. Beranda; SMP; Geografi; pengaruh konversi lahai pertanian menjadi permukim NA. Nattt A. 21 September 2021 01:02. Pertanyaan. pengaruh konversi lahai pertanian menjadi permukiman. Mau dijawab kurang dari 3 menit?
lahantahun 2010 dan 2014 di daerah penelitian terjadi perubahan di setiap desa . Pertambahan penduduk di suatu wilayah merupakan salah satu faktor pemicu terhadap terjadinya perubahan penggunaan lahan. Hal ini berkaitan dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti pengadaan tempat tinggal serta sarana dan prasarana lainnya.
Hasilpenelitian: 1) sebaran perubahan penggunaan lahan permukiman terjadi pada setiap desa di Kecamatan Grogol. Besarnya perubahan lahan menjadi permukiman yang terjadi adalah sebesar 176,6814 ha. Perubahan penggunaan lahan permukiman terbesar terdapat di Desa Telukan sebesar 43,58 ha , kemudian Desa Gedangan sebesar 34,50 ha, Desa Sanggrahan
lahanpermukiman di pusat kota. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa perambahan lahan di wilayah periurban telah merubah struktur ruang dan pola pemanfaatan lahan. Pada dimensi ekonomi, perkembangan aktivitas perkotaan di wilayah periurban telah memicu pergeseran struktur ekonomi primer yang berbasis potensi agraris
Korbantsunami yang menggemparkan dunia terjadi di wilayah Indonesia, yaitu di Aceh pada tahun 2006. misalnya menjadi permukiman atau industri.Konversi lahan menjadi fenomena yang sering dijumpai di negara-negara ASEAN Konversi lahan pertanian sering terjadi di negara-negara ASEAN dengan laju pertumbuhan penduduk relatif tinggi, seperti
5Vna. penegakan hukum secara tegas harus diterapkan terhadap para perusak hutan ANTARA - Rehabilitasi hutan bakau di pesisir Pantai Gambesi, Kota Ternate, Maluku Utara, yang mengalami kerusakan parah, kini terus dilakukan dengan cara menanam ribuan bibit di hutan bakau seluas 20 hektare. Merehabilitasi kerusakan hutan bakau atau mangrove dengan cara seperti itu juga terlihat di sembilan kabupaten kota lain di provinsi kepulauan ini. Harapannya, 10 tahun ke depan sudah dapat tertangani semuanya, terutama hutan bakau yang menjadi pelindung permukiman warga masyarakat. Pemerintah daerah bersama instansi terkait serta berbagai elemen pencinta lingkungan dan masyarakat di Malut terus berkolaborasi menangani kerusakan hutan bakau di daerah ini sebagai wujud kepedulian menjaga kelestarian tanaman pantai multifungsi itu. Penyebab utama kerusakan hutan bakau di provinsi berpenduduk 1,4 juta jiwa ini adalah eksploitasi berlebihan yang dilakukan masyarakat untuk berbagai keperluan, seperti bahan bangunan rumah, pembuatan arang, kayu bakar, hingga material penopang pengerjaan bangunan bertingkat. Pengalihfungsian hutan menjadi permukiman, fasilitas umum, dan tempat usaha juga memberi kontribusi terhadap kerusakan hutan di Malut, seperti terlihat di Pantai Mangga Dua Kota Ternate, yang nyaris tidak menyisakan mangrove karena berubah menjadi area permukiman. Luas hutan bakau di provinsi yang terkenal dengan rempah ini tercatat ha, sebagian besar berada di Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Barat, dan Kabupaten Halmahera Tengah. Akan tetapi, lebih dari 50 persen dari luas hutan itu mengalami kerusakan berat dan ringan. Kerusakan hutan bakau di Malut telah mengakibatkan berkurangnya keragaman jenis tanaman ini di sejumlah kabupaten/kota, misalnya, di Kota Ternate yang semula memiliki lebih dari 30 jenis, kini tinggal tersisa 15 jenis mangrove. Abrasi pantai yang mengancam permukiman masyarakat dan fasilitas umum di sejumlah wilayah pesisir dan pulau kecil di Malut, juga merupakan dampak dari kerusakan hutan mangrove di wilayah pesisir setempat karena salah satu fungsi tanaman ini mencegah abrasi. Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba dan seluruh bupati/wali kota di provinsi ini telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mencegah laju kerusakan hutan bakau, di antaranya larangan penebangan pohon ini untuk kebutuhan apa pun. Kebijakan larangan serupa juga diberlakukan terhadap pengalihfungsian hutan mangrove menjadi area permukiman dan tempat usaha. Selain itu, juga mewajibkan para pengusaha konstruksi tidak menggunakan kayu bakau dalam pengerjaan bangunan bertingkat atau konstruksi lainnya. Berdasarkan Peta Mangrove Nasional dari Kementerian Lingkungan Hidup, total luas lahan bakau di Indonesia tahun 2021 tercatat 3,36 juta ha atau 20 persen dari luas bakau di dunia, yang terdiri atas 2,6 juta ha dalam kawasan dan 702 ribu ha di luar kawasan atau mengalami penambahan luas 52 ribu ha dibandingkan tahun 2019 seluas 3,31 juta ha. Multifungsi Mangrove yang nama Latinnya Rhizophora ini memiliki multifungsi yang sangat penting, baik bagi kelestarian ekosistem pantai maupun kehidupan sosial ekonomi masyarakat, terutama yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Hutan bakau dapat mencegah abrasi pantai, menghalangi sedimentasi perairan laut akibat erosi dari daratan, hingga mengurangi dampak gelombang pasang terhadap permukiman masyarakat yang berada di bibir pantai saat terjadi cuaca buruk, air pasang, hingga tsunami. Hutan bakau juga menjadi habitat berbagai jenis biota laut, seperti udang, kepiting, kerang-kerangan, dan ikan. Bahkan untuk jenis ikan tertentu malah menjadikan kawasan mangrove sebagai tempat pemijahan. Selain itu, hutan bakau juga dimanfaatkan berbagai jenis burung, seperti bangau untuk bersarang dan bertelur. Fungsi lain mencegah polusi, bahkan mangrove memiliki kemampuan lebih besar dalam menyerap karbondioksida dan mengubahnya menjadi oksigen sehingga berkontribusi dalam mengurangi kerusakan lapisan ozon akibat emisi gas. Bagian dari tanaman bakau, terutama daun, kulit, dan akar menjadi bahan baku obat herbal. Masyarakat Malut sampai saat ini masih memanfaatkan tanaman pantai itu untuk pengobatan tradisional untuk mengobati berbagai jenis penyakit, seperti diare, kusta, flu, luka, bisul, mag, dan hipertensi. Banyaknya fungsi hutan mangrove itu, menurut pemerhati lingkungan di Malut Djafar Mustafa, harus disosialisasikan secara masif kepada masyarakat agar mereka ikut berkontribusi melestarikan bakau, minimal mereka tidak melakukan aktivitas yang dapat merusak hutan itu. Tokoh adat, agama, dan tokoh lain yang berpengaruh di masyarakat harus diberi peran besar dalam upaya menyosialisasikan fungsi mangrove karena masyarakat yang umumnya masih menganut paham feodal mematuhi apa yang disampaikan tokoh-tokoh seperti itu. Di sisi lain, penegakan hukum secara tegas harus diterapkan terhadap para perusak hutan mangrove . Akan tetapi penerapannya harus tetap bijak dan tidak boleh tebang pilih karena terkadang jika pelakunya masyarakat biasa diproses cepat, sedangkan jika orang penting cenderung didiamkan. Djafar Mustafa melihat perlunya mengupayakan konsep simbiosis mutualisme antara hutan mangrove dengan masyarakat. Di satu sisi, hutan mangrove terbebas dari perusakan dan di sisi lain masyarakat dapat menikmati manfaat dari keberadaan hutan bakau. Pengembangan hutan bakau menjadi objek wisata dengan memberi kewenangan penuh kepada masyarakat setempat sebagai pengelola, merupakan contoh dari konsep simbiosis mutualisme, seperti yang diterapkan di berbagai daerah di Pulau Jawa dan Sumatera. Kemudian, menjadikan hutan bakau sebagai tempat budi daya ikan atau kepiting juga merupakan penerapan konsep simbiosis mutualisme antara hutan bakau dengan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat akan selamanya menjaga hutan mangrove sebagai tempat mencari nafkah. Editor Achmad Zaenal MEditor Achmad Zaenal M COPYRIGHT © ANTARA 2023
Berbagai interaksi kentungan dalam kehidupan di negara-negara ASEAN tentunya akan memberikan pengaruh berupa perubahan unik yang hanya terjadi di sana. Hal tersebut misalnya meliputi iklim, di mana hampir di seluruh negara ini beriklim tropis dan hanya memiliki dua musim saja. Hal tersebut berbeda dengan negara-negara Eropa yang memiliki empat musim. Lalu apa lagi pengaruh perubahan dan Interaksi keruangan terhadap kehidupan di negara-negara ASEAN? Dapat berupa faktor alam, Iptek, ekonomi, dan pengalihan lahan pertanian ke industri dan pemukiman. Berikut adalah pemaparan materi lengkapnya, di mulai dari perubahan faktor alam. Perubahan Ruang dan Interaksi Antar Ruang akibat Faktor Alam Kondisi alam dan sosial negara-negara ASEAN relatif homogen seragam dan saling membutuhkan. Hal itu memudahkan interaksi antara satu negara dengan negara lainnya. Dalam kacamata perubahan ruang akibat faktor alam, bentuk interaksi keruangan negara-negara ASEAN meliputi faktor iklim, geologi, dan ketersediaan sumber daya alam Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 56. Faktor Iklim Lokasi negara-negara ASEAN yang berada di antara Benua Asia dan Benua Australia menyebabkan wilayah ini memiliki pola arah angin yang berganti setiap setengah tahun sekali. Angin itu dinamakan angin muson timur dan angin muson barat, masing-masing menyebabkan terjadinya musim kemarau dan musim hujan. Namun, negara-negara ASEAN belakangan ini mengalami perubahan iklim yang tidak terprediksi, akibat adanya perilaku yang menimbulkan pemanasan global. Perubahan iklim ini memicu terjadinya bencana alam klimatik atau bencana alam yang disebabkan kerusakan faktor-faktor iklim. Wilayah negara-negara ASEAN juga dipengaruhi iklim fisis. Iklim fisis dipengaruhi keadaan fisik suatu wilayah, seperti perairan laut, pegunungan, dan dataran. Dalam upaya menanggulangi bencana di kawasan Asia Tenggara, ASEAN melakukan kerja sama antarnegara anggotanya. Contoh kerja sama ASEAN dalam menanggulangi bencana klimatik, yaitu Ketika terjadi kebakaran hutan yang hebat di Sumatra tahun 2015, Malaysia dan Singapura atas nama ASEAN memberikan bantuan peminjaman pesawat pemadam kebakaran. Indonesia dan beberapa negara ASEAN lain membantu Filipina yang mengalami bencana badai Haiyan tahun 2014. Faktor Geologi Berdasarkan faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi geologi seperti kondisi tanah dan batuan penyusunnya di bumi, negara-negara ASEAN berada di daerah tumbukan antarlempeng. Pergerakan lempeng yang bertumbukkan mengakibatkan terjadinya bencana geologis, seperti gempa bumi. Kemudian saat terjadi di dasar laut, gempa bumi dapat menimbulkan bencana tsunami. Setidaknya empat dari sebelas negara ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Myanmar, pernah mengalami kejadian gempa yang merenggut korban jiwa sangat banyak. Bentuk kerja sama dalam faktor ini adalah negara-negara ASEAN sebagai organisasi ataupun negara-negara tetangga melalui Pusat Koordinasi Bantuan Kemanusiaan memberikan bantuan berupa kebutuhan pokok, fasilitas kesehatan, maupun donasi untuk perbaikan lingkungan dalam masa pemulihan. Faktor Ketersediaan Sumber Daya Alam Hampir semua negara-negara ASEAN memiliki sumber daya alam berupa barang tambang, kecuali Singapura. Negara Singapura memiliki wilayah sangat sempit sehingga memiliki keterbatasan sumber daya alam barang tambang. Namun, mereka menguasai perdagangan dan industri. Negara-negara ASEAN yang kaya dengan barang tambang mentah mengekspornya ke Singapura untuk diolah menjadi berbagai barang kebutuhan pokok. Negara-negara ASEAN yang lain juga melakukan kegiatan yang serupa dengan volume yang berbeda-beda. Tidak semua sumber daya yang diperlukan suatu negara tersedia di negara tersebut. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhannya, negara-negara anggota ASEAN melakukan pertukaran sumber daya alam dalam kegiatan jual beli. Kegiatan jual beli dan pertukaran sumber daya ini merupakan bentuk interaksi antarnegara-negara ASEAN yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengaruh Perkembangan Ilmu dan Teknologi terhadap Perubahan Ruang ASEAN Beberapa pengaruh Iptek terhadap perubahan ruang ASEAN yang paling tampak dan menjadi sorotan meliputi teknologi transportasi, dan telekomunikasi. Mengapa? karena dua ini adalah teknologi yang paling memengaruhi perubahan ruang di negara-negara ASEAN. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah pemaparannya. Pengaruh Teknologi Transportasi Adanya perkembangan teknologi tansportasi membawa perubahan aktivitas manusia yang berakibat terhadap perubahan tata kehidupan. Jumlah orang Indonesia yang pergi ke Malaysia dan Singapura atau sebaliknya semakin meningkat setiap tahunnya. Pembangunan prasarana transportasi juga telah mengubah kondisi wilayah di suatu negara. Lahan-lahan produktif seperti hutan atau sawah diubah untuk membangun jaringan jalan. Di beberapa negara ASEAN, rekayasa jaringan lalu-lintas transportasi darat sudah sangat canggih. Pengaruh Teknologi Komunikasi Perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat di negara-negara ASEAN sebagai akibat perkembangan teknologi transportasi dan komunikasi dapat dilihat, contohnya dalam berbagai aspek, baik sosial, ekonomi, budaya, maupun keamanan. Di bawah ini adalah penjabaran perubahan teknologi komunikasi di ASEAN dalam berbagai bidang. Sosiala bertambahnya jumlah penduduk dalam waktu singkat; b kebutuhan transportasi massal semakin tinggi untuk menghindari kemacetan; c maraknya perdagangan manusia; d kerja sama luar negeri semakin mudah. Ekonomi a bertambahnya pendapatan negara dari pajak dan pendapatan dari sewa tempat tinggal akibat munculnya pusat-pusat aktivitas masyarakat, seperti perbelanjaan, wisata, dan tempat tinggal yang diperlukan pendatang; b nilai barang lokal meningkat seiring permintaan mata uang asing; c barang-barang asing semakin mudah dijangkau. Budaya a terjadi akulturasi budaya secara sadar maupun tidak; b perubahan sistem nilai dan norma; c terjadinya kecenderungan gaya hidup hedonis; d aliran-aliran yang bertentangan dengan budaya semakin mudah masuk. Keamanan a gangguan kondisi keamanan suatu negara semakin rentan; b narkotika dan obat terlarang semakin mendapat tempat; c jaringan kelompok perusuh antarnegara semakin mudah diorganisir. Pengaruh Perubahan Ruang terhadap Kehidupan Ekonomi di ASEAN Pengaruh perubahan ruang dan interaksi antarruang terhadap keberlangsungan kehidupan ekonomi di negara-negara ASEAN yakni menjadikan kegiatan ekonomi lebih meluas, misalnya produsen beras seperti Thailand dapat dengan mudah mengekspor produknya ke Singapura, Indonesia, dan negara anggota ASEAN lain tanpa dibebani pajak, begitupun sebaliknya. Hal tersebut terjadi karena negara-negara anggota ASEAN mulai menerapkan AFTA ASEAN Free Trade Area dalam kehidupan internasionalnya. Pilihan konsumsi pun semakin banyak, baik kualitas maupun harganya. Persaingan dalam kegiatan ekonomi menjadi lebih ketat dengan adanya kompetitor dari luar negeri. Pengaruh Konversi Lahan Pertanian ke Industri dan Pemukiman Konversi lahan pertanian sering terjadi di negara-negara ASEAN dengan laju pertumbuhan penduduk relatif tinggi, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Filipina. Konversi terjadi terutama di daerah pinggiran kota ataupun area persawahan yang letaknya berdekatan dengan fasilitas umum, seperti di dekat pasar. Pengubahan atau konversi lahan pertanian bersifat menular, artinya ketika satu petak lahan telah dikonversi, lahan pertanian di sekitar petak tersebut juga rawan dikonversi. Hal ini berpengaruh terhadap kelangsungan kehidupan masyarakat di daerah tersebut. Efek Konversi Lahan Pertanian menjadi Lahan Industri Berbagai masalah akan timbul akibat konversi lahan dari lahan pertanian menjadi industri, antara lain Lahan pertanian berkurang, yang membuat produktivitas pangan dari pertanian menurun. Lahan pertanian sekitar industri berpotensi terkena imbas pencemaran akibat limbah atau polusi dari industri baik tanah, air, maupun udara. Konversi lahan itu menular, yang mengancam ketersediaan lahan pertanian. Konversi lahan pertanian menjadi lahan industri banyak terjadi di pinggir kota, dan pemilik perusahaan mendirikan industri di sana karena beberapa alasan, di antaranya sebagai berikut. Pembangunan industri lebih memilih lahan yang strategis. Sebagian besar lahan strategis tersebut merupakan lahan pertanian. Harga lahan pertanian relatif lebih murah dibandingkan dengan lahan terbangun. Pembangunan industri memilih akses yang lebih mudah. Industri dibangun dekat dengan bahan baku lahan pertanian menjadi pilihan yang baik. Konversi lahan pertanian menjadi industri mengakibatkan petani “terusir” dari tanah mereka digantikan oleh uang dan kondisi ini memengaruhi sistem sosial. Karena bisa jadi petani hanya menjadi buruh tani karena tidak memiliki lahan. Hal ini merupakan gejala yang muncul sebagai akibat dari faktor sosial dan budaya hukum waris. Pengaruh Konversi Lahan Pertanian menjadi Lahan Pemukiman Konversi lahan pertanian menjadi permukiman pasti akan menimbulkan dampak, sama seperti konversi lahan pertanian menjadi lahan industri. Biasanya, selalu berdampak negatif apabila dilihat dari sisi fungsi lahan pertanian itu sendiri. Adapun dampak negatif dari pengaruh konversi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman adalah sebagai berikut. Luas lahan pertanian semakin berkurang sehingga produktivitas pangan semakin kecil. Petani dan buruh tani kehilangan mata pencahariannya. Hilangnya lahan ruang terbuka hijau RTH. Berkurangnya lahan resapan air. Referensi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
- Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya menggantungkan kehidupan mereka pada hasil pertanian. Selain itu, ada fenomena lain yang juga menunjukkan bahwa penduduk Indonesia semakin hari terus meningkat. Pada 2009, jumlah penduduk Indonesia diketahui sudah mencapai 230 juta jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 1,33 tersebut lantas membuat salah satu negara ASEAN ini memiliki jumlah kebutuhan yang lebih besar. Salah satunya kebutuhan pada lahan. Namun, seiring berkembangnya zaman, terjadi konversi lahan dari yang awalnya untuk pertanian menjadi non-pertanian. Lalu, apa faktor pendorong konversi lahan di ASEAN?Baca juga Apa Peran Indonesia dalam Bidang Ekonomi di ASEAN? Pertumbuhan perkotaan Pada dasarnya, faktor pendorong konversi lahan di ASEAN terdiri atas tiga hal, yaitu faktor eksternal, faktor internal, dan faktor kebijakan. Faktor eksternal yang mendorong konversi lahan di ASEAN adalah pertumbuhan perkotaan fisik atau spasial, demografi ataupun ekonomi. Konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsi semula menjadi fungsi lain terhadap lingkungan dan potensi dari lahan itu sendiri. Perubahan fungsi ini tentu didorong oleh beberapa faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin lama semakin bertambah jumlahnya, sehingga tuntutan akan mutu kehidupan juga ingin lebih baik.
konversi lahan permukiman di asean umumnya terjadi di wilayah